SUSUNAN REDAKSI

Suwardi, S.P.: Pelindung

Drs. H. Ma’shum Ade: Penanggung Jawab

Drs. Koesno: Liputan Editorial

Suhadianto, M.Psi: Profil Suroboyoan

H. Sugijono, S.Pd: Three in One Sastra Budaya

Dra. Mutiah: Islam Kontemporer Opini

Dra. Hj. Tutut Werdiningsih: Gaya dan Pesona IPTEK

Yunita Nurul Amini, S.Psi: Psikologi Problem Motivasi Belajar

Sri Indah Winarti: Dari Aku Untuk Kamu English Corner

M. Zaenal A: Desain / Layout Sirkulasi

Eva Nur Fadillah, SE: Bendahara

MAJALAH INAYAH EDISI 8 2010

Senin, 08 Maret 2010

LIFE SKILL


Anak yang tak memiliki kecakapan hidup (life skills) cenderung tidak berani menghadapi tantangan karena takut gagal dan tidak termotivasi untuk mencoba sesuatu yang baru.

Life skills atau disebut keterampilan hidup dan kecakapan hidup tak memberikan sertifikat bagi lulusannya, tapi langsung kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup bermasayarakat. Dalam kehidupan dunia yang mengglobal dan terjadi akulturasi serta berbagai tekanan dan ancaman, dibutuhkan pribadi yang matang dan tangguh untuk dapat survive. Tak hanya sekadar untuk dapat hidup mandiri, tapi juga bagaimana orangtua harus mampu mempersiapkan anaknya menjadi sosok yang tahan banting dan tetap memiliki etika moral yang tinggi.

Anak yang tak memiliki kecakapan hidup (life skills) cenderung tidak berani menghadapi tantangan karena takut gagal dan tidak termotivasi untuk mencoba sesuatu yang baru.

Life skills atau disebut keterampilan hidup dan kecakapan hidup tak memberikan sertifikat bagi lulusannya, tapi langsung kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup bermasayarakat. Dalam kehidupan dunia yang mengglobal dan terjadi akulturasi serta berbagai tekanan dan ancaman, dibutuhkan pribadi yang matang dan tangguh untuk dapat survive. Tak hanya sekadar untuk dapat hidup mandiri, tapi juga bagaimana orangtua harus mampu mempersiapkan anaknya menjadi sosok yang tahan banting dan tetap memiliki etika moral yang tinggi.

Berdasar pemahaman dari UNICEF, yaitu sekumpulan keterampilan interpersonal dan psikososial yang dapat membantu seseorang membuat keputusan, berkomunikasi secara efektif, dan mengembangkan keterampilan self management maupun mengatasi masalah sehingga tercapai kehidupan yang produktif dan sehat. Keterampilan hidup mengarah pada aksi seseorang atau orang lain untuk mengubah lingkungan sekitar menjadi sehat dan kondusif bagi dirinya.

Menurut Psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Puji Lestari Prianto, M.Psi, pengertian tersebut lebih menunjuk pada sisi psikologis seseorang. Namun, life skills juga berkaitan dengan sisi akademis. Misalnya, kecakapan literasi baik secara tertulis maupun lisan atau numerasi (berhitung). Kemampuan ini memang amat diperlukan dalam kehidupan tiap individu. Mengacu pada beberapa pendapat ahli, antara lain Rich (1992), terdapat berbagai nilai life skills yang perlu ditanamkan ke anak. Orangtua harus membantu anak dalam mengembangkannya. Beberapa diantaranya ialah rasa percaya diri, punya motivasi, kemauan untuk berusaha, inisiatif , tekun, mampu bersimpati pada orang lain, berpikiran sehat, mampu bekerja sama, dan membuat keputusan. “Hal-hal ini bisa mulai diajarkan pada anak di usia 3 atau 4 tahun melalui kegiatan rutin di rumah,” ujar Puji.

Rasa percaya diri. Anak merasa mampu melakukan sesuatu. Misalnya, menelpon nenek sendiri atau mengenakan pakaian dan sepatu sendiri. Yang perlu diingat, Puji memaparkan, anak perlu diberi kesempatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya seperti keluarga, sekolah maupun masyarakat. Rasa percaya diri akan muncul jika anak diberi kesempatan untuk menghargai dirinya dan orang lain. Lingkungan yang menghargai setiap usaha, sikap dan ide-idenya akan memupuk rasa percaya diri pada anak. Beri respon positif pada setiap usaha atau pertanyaannya berupa dukungan, pujian atau simpati.

Motivasi. Ada keinginan atau dorongan melakukan sesuatu. Awali dengan menumbuhkan minat anak pada sesuatu, misal mengembangkan hobinya. Libatkan diri Anda seperlunya untuk memancing motivasi anak. Yang terpenting, sebagai orangtua tidak menilai kekurangan anak, karena dapat menjatuhkan semangatnya.

Kemauan berusaha. Hal ini hampir mirip dengan motivasi. Berikan ungkapan membangun untuk menunjukkan penghargaan dan mencoba mendorong anak lebih berusaha jika memang anak berpotensi mengerjakan sesuatu yang lebih lagi. “Sebaiknya orangtua tidak selalu menunjukkan arahan atau jalan keluar dari sesuatu hal, karena kondisi yang serba tersedia akan membuat anak tidak relajar berusaha," papar Puji.

Tanggung jawab dalam melakukan sesuatu. Setelah bermain anak diwajibkan mengembalikan atau merapikan mainan di tempatnya semula, sehabis mandi matikan kran air, buang sampah di tempatnya, harus mengembalikan barang yang dipinjam, dan menghargai orang lain.
Inisiatif untuk berbuat sesuatu. Dengan memberi kesempatan mencoba sesuatu, maka anak akan didorong untuk berinisiatif tanpa harus tergantung pada orangtua atau orang di sekitarnya.

Tekun dalam menghadapi sesuatu. Artinya, anak tidak cepat bosan pada statu hal. Ketika anak sedang mengerjakan sesuatu, doronglah untuk menyelesaikannya. Jika anak mengalami kesulitan, Anda patut memberikan motivasi dan semangat padanya. Jangan mudah langsung memberikan pertolongan, tapi terus arahkan anak untuk menyelesaikan tugasnya.

Perhatian pada orang lain. Memberi ucapan selamat pagi, malam atau assalamualaikum, ucapan selamat ulang tahun atau ucapan semoga cepat sembuh melalui kartu atau apapun,pada kerabat seperti nenek, kakek, dan sebagainya menunjukkan orangtua mampu membiasakan anak untuk memberi perhatian pada orang lain. Bentuk pembiasaan memberi perhatian pada orang lain ádalah dengan mengajak anak berkunjung pada tetangga atau kerabat yang memiliki bayi baru, pindah rumah, atau tengah bersedih. Mengirimkan hadiah atau sekadar kue bikinan sendiri yang diantarkan oleh anak pada tetangga juga cara lain untuk memberi perhatian pada anak. Tapi, cara paling utama untuk menanamkan perhatian pada anak adalah keikhlasan dan kedermawanan orangtua membagi perhatiannya pada anak dan keluarga di dalam rumah.

Kerjasama. Ajak anak ikut mengerjakan pekerjaan seharí-hari di rumah. Bagi tugas pada si kakak dan adik. Misalnya, adik melap meja sedangkan kakak menyapu halaman. Anak belajar bahwa dengan kerjasama, pekerjaan akan cepat selesai. Orangtua pun tetap dituntut menjadi model terbaik dengan juga terlibat membereskan pekerjaan rumah atau setidaknya menjadi komandan yang bijak.

Berpikir sehat dalam membuat keputusan. Biasakan anak mencoba melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Misalnya untuk memperoleh informasi atau mencari sesuatu, anak tidak selalu harus melihat di buku pelajaran, tetapi bisa di koran, majalah, internet, dan lainnya. Dengan mendapatkan berbagai informasi membuat pengetahuan lebih kaya, lebih kreatif dan memudahkan memecahkan masalah. Orangtua juga harus menunjukkan perilaku berpikir positif, jangan mudah membicarakan kelemahan orang lain di depan anak, mengembangkan sikap saling menghormati, dan ciptakan selalu suasana gembira.

Mampu membuat keputusan. Puji menganjurkan ada kalanya beri kesempatan anak menyelesaikan konfilk sederhana yang dihadapinya dengan saudara atau temannya. Anda hanya membantu anak dengan melokalisir persoalan yang memunculkan pertengkaran supaya anak dapat mencari solusinya sendiri. Libatkan pendapat anak untuk mengisi tujuan liburan akhir pekan atau akhir tahun ini. Sebaiknya tanyakan pendapatnya tentang beberapa hal yang menyangkut diri anak itu sendiri, seperti pilihan kursus, pilihan ekstrakurikuler, baju yang akan dibeli atau dikenakan ke pesta keluarga, dan sebagainya.Tanyakan penyebab anak bertengkar "mengapa kamu,saudaramu atau temanmu berlaku demikian".

Puji mengatakan, untuk menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan penanaman life skills ini diperlukan pengenalan pada tahap perkembangan anak. Dikarenakan setiap anak dan tahapan usianya memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda. Pada usia 7 tahun, sikap kritis anak kian membesar lewat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan mengenai hal yang dianggapnya menarik. Untuk itu orangtua perlu menyediakan waktu dan mau berkomunikasi dengan anak. Sedangkan anak di usia 10 tahun, berdasarkan perkembangan kognitifnya, memiliki kemampuan berpikir yang mulai mengarah pada hal abstrak meski masih disertai contoh konkrit. “Itulah sebabnya pada anak usia ini mulai mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuannya akan semakin meningkat di usia 11 dan 12 tahun,” papar master psikologi pendidikan ini.

Puji menandaskan, anak yang tidak dibekali life skills akan cenderung tergantung pada orang lain. "Saat berhadapan dengan masalah, anak lebih condong mengikuti pendapat orang lain," katanya. Karenanya, pengembangan life skills berperan penting dalam menentukan keberhasilan anak tidak hanya di kehidupan sosial tetapi juga di sekolah. Dan saat dewasa kelak di dunia kerja maupun kala bergaul dengan orang lain. Anak yang dididik memiliki life skills diharapkan dapat membangun tingkah laku (perilaku) yang sehat, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan membuat keputusan, serta memiliki keterikatan yang kuat dengan nilai-nilai positif. “Sebaliknya tanpa life skills, anak cenderung tidak berani menghadapi tantangan karena takut gagal, atau tidak termotivasi untuk mencoba sesuatu yang baru,” ujarnya.

Orangtua sebagai model
Puji mengatakan, biasanya anak bercermin pada perilaku orang dewasa terdekatnya, seperti orangtua atau guru. "Munculnya perilaku sosial tertentu pada anak dikarenakan mereka belajar secara modelling dengan meniru sikap orangtuanya," jelasnya. Tak hanya diajarkan atau dicontohkan, sambung Puji, tapi juga ada semacam umpan balik dari segala hal yang diperolehnya saat menanamkan life skills pada anak. Misalnya, jika ingin anak tekun mengerjakan sesuatu maka tunjukkan bahwa Anda pun tidak cepat bosan dalam mengerjakan sesuatu. Atau jika Anda menginginkan kemauan berusaha tertanam dalam diri anak maka tunjukkan juga keinginan Anda untuk bekerja keras dan bertanggung jawab pada pekerjaan. Misalnya, Anda tidak mengeluh ketika kue yang dibuat tidak sukses dan menghindari kata,'Aduh gagal lagi, bosan deh.' Coba katakan padanya, 'Berarti mama harus memperbaiki yang salah, yuk bantu Mama membuat kue lagi.'

Pengaruh lingkungan juga memegang peranan. Tak ayal membuat beberapa orangtua membatasi pergaulan anaknya dengan tujuan anak tidak terpengaruh hal-hal yang negatif.

Namun, anak juga harus belajar dari pengalamannya sendiri termasuk mengatasi hal-hal yang negatif itu. Puji berpendapat, setiap anak yang diberi kesempatan memecahkan masalah diharapkan anak terbiasa membuat keputusan. Misalnya, jika sedang menonton tv yang berisi tayangan negatif, seperti kekerasan, kriminal, pergaulan bebas, maka orangtua dapat menanyakan pendapatnya tentang tayangan tersebut dan bagaimana sikap yang harus diambilnya. “Pertanyaan semacam ini bisa diajukan pada anak usia sekolah. Orangtua dapat memberikan arahan untuk mengelaborasi dari jawabannya serta memperbaiki dan menyempurnakan hasil analisanya,” kata Puji.

Pendapat serupa juga diterangkan Kent Davis dalam salah satu artikel, Life Skills for Kids, bahwa orangtua dapat memotivasi anak dengan membantunya memahami dirinya sendiri dan potensinya seperti mengajarkan menetapkan tujuan dan berinteraksi dengan orang lain. Penanaman salah satu life skills, yaitu menghargai diri sendiri dapat membentuk pencitraan diri yang positif. Sehingga dapat memotivasi anak mampu bertanggung jawab perihal kesehatan atau kebahagiaannya sendiri yang selanjutnya mendorong anak berinteraksi secara sehat dengan orang-orang di sekitarnya.

Kent mengatakan kemampuan ini dapat menghindari anak dari bahaya pergaulan dan kekerasan. Pertama-tama, orangtua membekali anak rasa mampu dan identitas diri. Lalu mengajarkan anak beragam kemampuan interpersonal. Lalu mengasah kemampuannya menyelesaikan masalah untuk menghindari konflik. Life skills juga berkaitan dengan pembentukan karakter yang teredukasi (character education) pada anak. “Berdasarkan pengamatan penanaman life skills membuat anak juga terinspirasi belajar di sekolah, antusias untuk belajar, mampu berpikir kritis dan mampu membentengi dirinya sendiri dari pengaruh negatif, seperti drugs dan sebagainya” katanya.

Faktor Eksternal dan Internal
Life skills yang tertanam dalam diri anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu eksternal seperti anak belajar dari contoh yang diperoleh dari orangtua dan lingkungan. Sedangkan, faktor internal, misalnya adanya rasa percaya diri, berinisiatif, merasa mampu, tidak rendah diri, dan lainnya. Orangtua tidak harus terlalu keras membatasi lingkungan anak, namun perlu pembimbingan dan pengarahan seperti tontonan tv, komik dan pemilihan sekolah. Puji Lestari Prianto, M.Psi, memberikan tips menyaring gangguan eksternal agar kecakapan hidup anak tidak luntur.
• Membimbing dan mendampingi. Agar orangtua tahu apa yang dikonsumsi anak dan anak tahu hal-hal mana yang sesuai atau dapat diterimanya. Diskusikan juga apa yang telah diamati, dibaca atau dimainkan anak. Hal ini sekaligus mendorong anak untuk melakukan penilaian, merangsang kemampuan berpikir kritisnya. Jadi, anak tak hanya menerima informasi tapi juga mengkaji apa yang telah diterimanya.
• Mengendalikan jumlah dan jenis acara atau cerita. Anak perlu tahu waktunya menonton tv. Bersamaan dengan itu kendalikan jumlah dan jenis acaranya. Cermati isi dan tujuan suatu bahasan melalui ringkasan cerita dari suatu cerita tertulis (buku cerita atau komik) atau tayangan, atau orang tua dapat melihat jadwal acara televisi yang ada di koran. Pilihlah juga media yang cocok untuk anak sesuai dengan usianya. Pada usia prasekolah informasi lewat gambar lebih cocok. Teks bisa diberikan di usia sekolah. Informasi tanpa teks dan secara auditif lebih cocok pada anak yang sudah memahami kata-kata.
• Orangtua perlu memahami television literacy bagi anak. Yaitu, pengertian anak pada pesan yang disampaikan , pemrosesan isi dari pesan. Ini semua akan membentuk garis besar cerita dengan mengintegrasikan situasi, tingkah laku maupun dialog yang ditampilkan. Sebelum anak berusia 8 tahun, agak sulit mengintegrasikan berbagai situasi yang berbeda kedalam suatu rangkaian cerita. Ini berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, dimanam taraf perkembangan praoperasional. Sehingga di masa kanak-kanak akhir sampai remaja, pemahamannya akan suatu cerita film lebih tajam dan lebih runtut.
• Mintalah bantuan orang dewasa lain untuk memonitor. Jika Anda tidak bisa delegasikan ke orang dewasa lain di rumah, misal saudara, pembantu atau kakek-nenek.
Dalam pemilihan sekolah, Puji mengatakan, sebaiknya lihat materi yang diajarkan sekolah. Pemberian materi tak hanya bersifat kognitif tapi juga psikomotor dan afeksi. Dengan ketiganya ini diharapkan akan diperoleh aplikasi yang sesuai dengan harapan orangtua. Misalnya, pada pelajaran Kewarganegaraan tentang kerjasama, anak tak hanya diajak membaca bacaan saja namun diaplikasikan dalam keseharian, atau membahas contohnya dalam keseharian. “Saat ini sudah banyak sekolah-sekolah yang membekali anak dengan life skills. Hal ini mungkin mengacu pada kurikulum 2004 yang salah satunya menekankan keterampilan hidup (life skills),” katanya.

Sumber: Majalah Inspire Kids


0 komentar:

Posting Komentar

ARSIP BLOG

REPORTER INAYAH

Liputan :

Linda Lupita K 8B

Anisatul Lu’aili 8B

Helia Batohir 8A

Profil :

Luluk Fatchiyah

Tri Yuliantika

Ratih Sinta


Suroboyoan :

Ananda Putri – 8A

Tiara Maharani – 8A

Three in One :

Shasti 9G

Nadhatul Fitriyah 7F

Farah Safira 7F

Sastra Budaya :

Ammar Zarand Muhammad 8A

Zahra Hasan 9B

Rahma Cyntia 7F

Budiyo 7E

Islam Kontemporer :

Ainul Inayatullah 8A

Shella Es Shabarina 8A

Opini :

Nur Afifah 7C

Bella Eka 7B

Gaya Pesona :

Annisatul Maula 8E

Laily Abidatillah 8C

IPTEK :

Muhammad Nabil

Ruly Ardyansyah

Psiko Problem :

Rr. Karinka 8F

Nur Aini Putri 8F

Motivasi Belajar :

Alya Sabila 8E

Devi Hidayati 8C

Dari Aku Untuk Kamu :

Madya Rachmayani 9D

Atika Prawita Putri 9D

EDITORIAL INAYAH EDISI 8 2010

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Banyak kejadian akan peristiwa yang telah kita lewati. Beberapa prestasi telah pula kita ukir. Semua itu akan menambah kedewasaan dalam berpikir. Pada edisi ini Inayah tampil dengan tema..... Mengasah Life Skill Yuk.......

Nah, apa sich life skill itu? Bisa kalian baca pada artikel di rubrik Islam Kontemporer. Selanjutnya rubrik opini menampilkan curahan pendapat tentang life skill dari teman-teman pembaca setia Inayah.

Rubrik-rubrik andalan pada edisi ini antara lain,

a. Profil menampilkan sosok yang selama ini begitu fenomenal dan pasti semua pembaca kenal yaitu Bp. H. Katsir Usman. Ada apa dengan beliau ................. .

Ikuti penuturannya pada reporter profil kali ini.

b. Selain profil yang menampilkan Bapak/Ibu Guru, terbitan ini juga menampilkan pembaca setia Inayah, Siapa? Namanya Audi. Siapa dan bagaimana dia ........ Ikuti ceritanya.

c. Ada kegiatan penting yang dilaksanakan oleh segenap keluarga besar SMP Ta’miriyah ke sekolah dan pondok terkenal dan dilanjutkan ke Bromo. Mau tau liputannya? Ikuti di rubrik Liputan.

d. Banyak lagi rubrik-rubrik menarik yang dapat disimak di edisi ini.

Okey, kretifitas berupa gambar, foto, artikel, humor, atau apa saja dapat kalian kirimkan ke Redaksi Majalah Inayah.

Selamat Belajar dan Sukses.


Inayah dapat diakses melalui internet dengan blog :

http://www.majalahinayah.blogspot.com

LIVE TRAFFIC FEED

BERLANGGANAN

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

BLOG SPETA

BACA TULISAN TERKAIT

Copyright 2009 | magazineform Theme by templatemodif | supported by grafisae